Selasa, 03 Februari 2009

Abuse Transfer Pricing

Perkembangan globalisasi telah mempengaruhi banyak aspek kehidupan. Salah satu yang berkembang pesat seturut dengan proses globalisasi adalah sektor ekonomi. Maraknya perdagangan internasional dengan banyak pemain kelas dunia memicu perubahan pelaksanaan bisnis. Perubahan pelaksanaan bisnis dapat dilihat dari dua sisi, yaitu perubahan yang mengarah ke perbaikan dan juga perubahan yang mengarah ke pembelokan proses bisnis menjadi sebuah proses yang manipulatif dan memiliki kecenderungan merugikan kepentingan banyak pihak. Salah satu contoh dari perubahan proses bisnis yang menjadi tidak sehat adalak praktik transfer pricing.

Praktik transfer pricing adalah sebuah proses bisnis yang biasanya dilakukan oleh sebuah perusahaan holding yang bergerak dengan skala multinasional. Praktik transfer pricing dilakukan untuk memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan induk. Proses transfer pricing dilakukan dengan memanipulasi catatan keuangan dengan menggunakan perusahaan-perusahaan dalam satu holding sebagai fasilitator. Praktik yang dilakukan pun melibatkan banyak negara sehingga menimbulkan kesulitan dalam melakukan proses pengusutan. Hal ini disebabkan karena tidak ada peraturan undang-undang internasional yang mengatur tentang dilakukannya praktik transfer pricing.
Praktik transfer pricing dapat dijadikan sebagai salah satu contoh perilaku tidak etis dalam dunia perpajakan, karena praktik transfer pricing dilakukan untuk memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan induk salah satunya dengan cara menghindarkan pajak. Perilaku tidak etis dalam dunia perpajakan dapat terjadi ketika pelaku adalah wajib pajak maupun petugas pajak atau bahkan kedua pihak. Cara untuk menghindari pajak adalah dengan tidak melaporkan sesuatu sebagai obyek pajak, atau dengan melaporkan melalui manipulasi data.
Praktik transfer pricing melakukan penghindaran pajak dengan memanipulasi pencatatan keuangan.

Manipulasi catatan keuangan salah satu contohnya dilakukan dengan melakukan mark-up harga untuk supply yang didapat melalui invoice yang melewati beberapa perusahaan di beberapa negara(keuntungan bertingkat), yang menyebabkan harga supply didapat yang tercatat menjadi lebih mahal. Contoh ketika sebuah perusahaan induk yang berpusat di Jerman akan mengirimkan bahan baku untuk perusahaan manufaktur di Indonesia dengan nilai bahan baku sebesar Rp1.000,00. Ternyata perjalanan pencatatan bahan baku dari jerman tersebut melewati beberapa perusahaan, invoice pertama berasal dari perusahaan pertama yang berlokasi di China yang mendapatkan bahan baku dari perusahaan induk di Jerman dengan harga Rp1.000,00 dan kemudian “menjual” lagi dengan harga Rp1.500,00 kepada perusahaan di Vietnam, kemudian invoice kedua berasal dari perusahaan yang berlokasi di Vietnam yang “menjual” dengan harga Rp2.000,00 kepada perusahaan di Singapura, kemudian dalam pencatatan keuangan perusahaan yang berada di Indonesia mencatat pembelian bahan baku tersebut dari sebuah perusahaan di Singapura dengan harga Rp2.500,00, yang kemudian melakukan proses produksi dari bahan baku tersebut dan dijual di pasar Indonesia seharga Rp3.000,00. Sehingga dalam perjalanannya harga bahan baku mengalami peningkatan sebesar Rp1.500,00 dalam transaksi maya. Akibat dari peningkatan harga bahan baku 
tersebut maka perusahaan di Indonesia hanya dapat memberikan margin keuntungan yang kecil (Rp500,00), sehingga dapat menghindarkan pajak penghasilan bagi perusahaan induk.
Praktik penghindaran pajak lain yang dilakukan adalah dengan setoran modal dari perusahaan induk memiliki komposisi campuran antara ekuitas dan hutang, yang masing-masing memberikan beban kewajiban yang berbeda. Modal ekuitas memiliki beban kewajiban berupa deviden, sedang modal dengan bentuk hutang memiliki beban kewajiban dalam bentuk bunga. Bunga hutang dalam perhitungan pencatatan keuangan diperhitungkan sebagai pengurang beban pajak, sehingga dengan komposisi modal campuran dapat mengurangi jumlah pajak yang wajib dibayarkan.

Praktik penghindaran pajak memberikan efek negative bagi negara Indonesia, karena apabila dibiarkan secara terus menerus akan menyebabkan negara menderita kehilangan pendapatan pajak dengan jumlah yang cukup signifikan. Dari berkurangnya pendapatan pajak itu sendiri saja sudah akan memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi negara Indonesia, belum lagi dampak-dampak tidak langsung yang kemudian muncul seperti berkurangnya dana untuk pelayanan masyarakat, berkurangnya dana bantuan/ subsidi dari pemerintah. Selain dari penghindaran pajak kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Indonesia dari praktik semacam ini dapat dikatakan tidak sebanding, karena masyarakat Indonesia yang dalam kasus contoh ini juga diposisikan sebagai salah satu pasar target dari perusahaan holding tersebut hanya menjadi layaknya sapi perah yang tidak mendapatkan imbalan.

Tidak ada komentar: