Resesi global yang sedang terjadi sekarang ini telah mempengaruhi berbagai organisasi baik organisasi bersifat profit oriented maupun non profit. Kondisi perekonomian yang terjadi memang paling berpengaruh untuk organisasi bersifat profit oriented, tetapi bagi organisasi yang bersifat non-profit pemotongan biaya tetap banyak dilakukan untuk mengimbangi kenaikan harga yang terjadi seperti di Indonesia yang diakibatkan oleh salah satunya penurunan nilai tukar rupiah.
Apabila dicermati dari sudut pandang teknologi informasi,di era kompetisi global seperti sekarang ini, sistem informasi adalah salah satu bagian dari tulang punggung korporat, yang bisa menjadi salah satu ukuran kompetitif atau tidaknya sebuah perusahaan. Begitu vitalnya jaringan komputer ini, sehingga kegagalannya akan berakibat hilangnya produktivitas serta kerugian finansial. Oleh karena itu, perusahaan yang ingin tetap kompetitif menginginkan sebuah sistem informasi yang dapat diandalkan, serta mampu bekerja optimal dengan tingkat kegagalan serendah mungkin ditambah memiliki biaya kepemilikan total (instalasi dan perawatan) yang rendah sehubungan dengan adanya pemotongan anggaran untuk kebutuhan ini. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan yang mulai mencari solusi alternatif untuk memenuhi kebutuhan sistem informasi mereka.Dengan pertimbangan hal tersebut, kini banyak organisasi yang mulai melakukan aplikasi sistem berbasis open source, karena open source (OSS) menyediakan berbagai aplikasi yang ditawarkan dengan harga murah bahkan tidak jarang gratis, dan dapat dilakukan penyesuaian dengan kebutuhan perusahaan karena terbukanya kode dalam software yang dapat dirubah, dan membuka kesempatan untuk mengembangkan aplikasi yang dilakukan bersama-sama dengan komunitas yang juga pastinya akan mengurangi biaya IT dari perusahaan tersebut. Penghematan biaya akan sangat dirasakan oleh perusahaan dengan kebutuhan IT yang kompleks. Sebagai contoh kasus dari Sun Microsystem yang dapat dikatakan merupakan perusahaan penyumbang kode Open Source terbesar. Misalkan, ada sebuah perusahaan, dengan kira-kira 1000 pegawai, menjalankan bisnisnya dengan 20 dual-core server aplikasi dan 10 dual-core server basis data. Jika perusahaan tersebut menggunakan aplikasi proprietary (dalam hal ini WebLogic Enterprise & Oracle Enterprise), maka perusahaan tersebut akan mengeluarkan dana sebesar U$3,237,000 selama 3 tahun. Sedangkan jika perusahaan mengunakan aplikasi Open Source (dalam hal ini Glassfish Enterprise Server & MySQL Enterprise Gold), maka perusahaan tersebut hanya akan mengeluarkan dana sebesar US$240,000. Detail perhitungan dapat di lihat di sini. Beberapa perusahaan Indonesia yang telah memulai aplikasi sistem informasi berbasis Open Source diantaranya adalah PT. Telkom dan Kompas.
Open Source dan Dunia Pendidikan
Untuk melakukan aplikasi sistem Open Source maka organisasi perlu mempersiapkan sumber daya manusia yang siap untuk melakukan perubahan. Dengan kesiapan sumber daya manusia yang dimiliki dan dukungan komunitas, maka organisasi akan semakin terbebas dari ketergantungan terhadap vendor tertentu dan dapat terus menerus memperbaiki sistem informasi yang dimiliki. Untuk kebutuhan persiapan sumber daya manusia ini sebenarnya dapat dimulai dari institusi pendidikan.
Solusi sistem informasi berbasis Open Source seharusnya mulai diperkenalkan pada akademisi, pelajar, dan mahasiswa (under-graduate maupun post-graduate) agar individu-individu tersebut memasuki sebuah organisasi yang mengaplikasikan sistem berbasis Open Source, mereka telah memiliki bekal yang cukup. Pengenalan Open Source di dunia pendidikan juga sejalan dengan deklarasi Indonesia Goes Open Source (IGOS) yang dideklarasikan pada 30 Juni 2004. IGOS adalah keputusan strategis di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dari pemerintah Republik Indonesia melalui lembaga-lembaga terkait yang ditandatangani oleh : Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Kehakiman dan HAM, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri Pendidikan Nasional. IGOS adalah sebuah gerakan nasional yang dicanangkan oleh pemerintah, yang merupakan sebuah ajakan untuk mengadopsi Open Source di lingkungan pemerintah. Meskipun hanya ditandatangani oleh lima kementrian dan departemen, namun implementasinya didukung luas oleh lembaga-lembaga dan departemen lain misalnya Departemen Tenaga Kerja, Depdiknas dan Presiden sendiri, dengan membentuk Dewan TIK Nasional (DeTIKNas) sebagai penasihat presiden dalam urusan dan keputusan terkait Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Indonesia. Deklarasi IGOS bertujuan agar bangsa Indonesia dapat membangun aplikasi peranti lunak komputer yang berkode sumber terbuka, membuat bangsa Indonesia dapat dengan mudah merancang, membuat, merekayasa dan menjual produk intelektual dengan mudah, murah dan tidak tergantung kepada pihak-pihak tertentu yang sewaktu-waktu dapat memaksakan kepentingan terkait dengan kebutuhan dukungan terhadap produk.
Ada dua implikasi dari deklarasi IGOS ini bagi dunia pendidikan. Pertama, dilihat dari ditandatanganinya Deklarasi oleh Menteri Pendidikan Nasional pada waktu itu, secara internal menjadikan Open Source menjadi pilihan bagi departemen terkait. Sedangkan secara eksternal, memberikan perintah tidak langsung bahwa dunia pendidikan sudah menerima Open Source menjadi pilihan sistem operasi maupun aplikasi sehar-hari. Kedua, sektor pendidikan yang sudah stabil mendorong aktivitas pembelajaran, riset dan kemungkinan untuk melakukan migrasi ke Linux. Mulai dari kurikulum perguruan tinggi, mulai dirombak dan didasari oleh dasar kurikulum TIK yang open source, kalau tidak dapat disebut bebas dari pengaruh sistem operasi tertentu. Hingga kegeliat sektor swasta dalam rangka memenuhi kebutuhan SDM TIK berbasis Linux/FOSS. Muncul dan kian berkembang lembaga-lembaga training komputer yang memfokuskan diri dalam menyiapkan sumberdaya manusia yang diperlukan dalam rangka pemenuhan SDM yang memiliki kompetensi dalam bidang TIK yang dibutuhkan.
Selain untuk mempersiapkaan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan bersaing, pengenalan Open Source pada masyarakat terutama di dunia pendidikan dapat mengurangi pembajakan yang terjadi di Indonesia yang dikatakan merugikan negara sampai $3 juta (detik.com).
Resistensi Open Source Pada Dunia Pendidikan
Yang banyak terjadi di lingkungan pendidikan adalah terjebaknya para pendidik dan siswa/mahasiswa kepada suatu 'produk software' yang terlanjur mendominasi pasar, tidak kepada substansi dasar pendidikan itu sendiri. Jebakan yang paling parah adalah ketika civitas dunia pendidikan mulai menggunakan software ilegal dan akhirnya merasa bahwa hal itu adalah hal yang lumrah padahal itu merupakan hal yang sangat memalukan apalagi di lingkungan pendidikan. Seharusnya di lingkungan pendidikan terjadi apresiasi yang cukup baik terhadap karya intelektual, tetapi yang terjadi malah sebaliknya.
Proses melakukan copy software dengan copyright secara ilegal yang terjadi di kalangan pendidikan bukan tidak mungkin karena para dosen/guru justru dengan sengaja atau tidak sengaja mengarahkan para siswa/mahasiswa untuk melakukan pembajakan software. Penetapan kurikulum mata kuliah yang menjurus kepada suatu produk komersial misalnya, (yang memiliki standar harga tinggi untuk kebanyakan orang) juga bisa menjadi pemicu terjadinya pembajakan software.
Mitos yang mendasari penolakan penggunaan Open Source seperti yang dikemukakan oleh Menristek Kusmayanto Kadiman adalah :
Pertama, open source dianggap hanya layak digunakan oleh pakar TI, dan kebiasaan serta pengetahuan yang dimiliki mengenai software propietary dirasa sudah cukup untuk melakukan tugas sehingga tidak perlu melakukan proses pembelajaran ulang untuk sebuah sistem baru tanpa mempertimbangkan manfaat yang akan didapat dengan pembelajaran tersebut.
Kedua, masih banyak kalangan pebisnis yang mempertanyakan keuntungan dari Open Source. Dengan adanya mitos tersebut, menyebabkan penolakan pada dunia pendidikan karena ditakutkan bahwa output dari dunia pendidikan akan menjadi tidak laku di pasar.
Ketiga, masih banyak orang pesimistis terhadap dukungan untuk Open Source, misalnya ketersediaan aplikasi dan hardware yang mendukung. Pada dunia pendidikan muncul anggapan bahwa distro-distro yang ada belum memasukkan paket-paket aplikasi pendidikan.
Mitos-mitos di atas sebenarnya dapat dipatahkan dengan melihat beberapa fakta yang ada, yaitu :
Berdasarkan penelitian Ghosh et al (2002) persentasi terbesar dari anggota komunitas Open Source berasal dari rentang umur 10-25 tahun dengan 75,1%. Memang ketika dilihat dari profesi pengguna Open Source masih dikuasai oleh para pakar IT, tetapi pelajar masuk pada peringkat kedua dengan 15,8%.Hal ini menunjukan bahwa pendidikan Open Source dapat dilakukan sejak dini dan pada usia pendidikan formal mulai SD, SMP, SMA, dan Mahasiswa. Open Source tidak hanya melulu milik para pakar IT.
Dengan pertumbuhan kebutuhan sistem informasi saat ini dan terjadinya resesi global, memaksa banyak perusahaan untuk mencari solusi alternatif. Salah satu opsi dari solusi alternatif itu merupakan aplikasi Open Source. Maka akan muncul permintaan dari pasar tenaga kerja untuk ketrampilan dan pengetahuan mengenai Open Source. Ketrampilan dan pengetahuan Open Source dapat menjadi bekal untuk bersaing di dunia kerja karena sumber daya manusia dengan bekal pengetahuan Open Source termasuk dalam 12 kebutuhan IT yang paling dicari.
Kebutuhan Open Source untuk dunia pendidikan saat ini sudah diakomodir dengan adanya distro Linux yang memaketkan aplikasi pendidikan pada sistem operasi mereka. Salah satu contohnya adalah Edubuntu (http://edubuntu.org) yang merupakan produk turunan dari Ubuntu Linux dengan paket aplikasi yang disesuaikan untuk kebutuhan pendidikan mulai dari game untuk TK, hingga kebutuhan aplikasi pengolah data untuk Mahasiswa.
Dukungan yang diberikan oleh Open Source untuk para penggunanya juga dapat diperoleh dengan mudah dengan memanfaatkan dukungan formal dari distro besar (Ubuntu, Debian, Red Hat, dll) dan dukungan dari komunitas pengguna Open Source. Selain itu juga ada support dari beberapa distro linux yang menyediakan program partner untuk kalangan pendidikan, seperti yang ditawarkan Canonical. Dukungan hardware Open Source dapat dilihat dari dukungan Linux terhadap hardware yang beredar di pasaran saat ini. Kemampuan dukungan Linux terhadap hardware tersebut memudahkan pengguna untuk melakukan aplikasi Linux secara luas pada PC.
Penggunaan Open Source Pada Dunia Pendidikan
Kemampuan sistem Open Source yang sangat terbuka untuk dikembangkan memiliki potensi yang sangat besar dalam pemanfaatan secara luas. Dunia pendidikan di Indonesia seharusnya mulai mempertimbangkan pengenalan dan penggunaan Open Source secara komprehensif pada seluruh fungsi yang layak untuk menggunakan aplikasi Open Source.
Sistem berbasis Open Source dapat digunakan dalam berbagai macam fungsi yang ada di dunia pendidikan. Untuk Administasi dan operasional lembaga pendidikan, Open Source dapat digunakan sebagai basis pembangunan sistem jaringan sehingga akan menghemat biaya IT. Untuk kebutuhan belajar mengajar, Open Source dapat dipergunakan sebagai sarana praktek operasional sistem informasi dan pembelajaran mengenai cara kerja sistem informasi dengan berbagai cara. Open Source juga dapat berguna sebagai bahan penelitian untuk mengembangkan sebuah aplikasi yang kemudian dapat digunakan untuk masyarakat umum sehingga penggunaan Open Source pada dunia pendidikan akan menguntungkan banyak pihak. Selain itu dengan semakin banyak digunakannya Open Source maka dukungan terhadap pengguna Open Source yang tersedia juga akan semakin banyak. Indonesia masih menduduki peringkat ke 131 di dunia untuk pengguna Open Source dan akan segera disusul oleh Guyana berdasarkan data statistik dari http://counter.li.org/reports/place.php?place=ID. Sehingga upaya memasyarakatkan Open Source harus legih digalakan untuk mendukung program IGOS, dan support dari kalangan pendidikan sangat dibutuhkan.
Transisi ke sistem berbasis Open Source harus direncanakan dengan baik agar dapat mengantisipasi semua kemungkinan yang akan terjadi. Hal ini dilakukan untuk mencegah penolakan penerapan sistem berbasis Open Source secara lebih kuat karena kegagalan sistem pada awal aplikasi yang disebabkan persiapan yang tidak baik. Selain itu untuk aplikasi sisteem Open Source sebaiknya dimulai dari level server disertai pengenalan dan pendidikan mengenai sistem berbasis Open Source termasuk aplikasi yang digunakan. Untuk kebutuhan belajar mengajar, peserta didik seharusnya dikenalkan secara lebih dekat dengan pemberian materi tentang Open Source, melibatkan dengan praktek langsung penggunaan Open Source dan proyek Open Source yang dilakukan. Transisi ini harus dilakukan dengan komitmen penuh dari seluruh pihak yang terlibat.
Manfaat Open Source Pada Dunia Pendidikan
Penggunaan sistem berbasis Open Source pada dunia pendidikan akan memberikan manfaat bagi banyak pihak. Manfaat yang dijanjikan oleh Open Source adalah :
1.Memberikan alternative pilihan software desktop yg murah
2.Meningkatkan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang teknologi informasi
3.Memperkecil kesenjangan teknologi informasi
4.Meningkatkan akses informasi masyarakat
5.Meningkatkan kreatifitas dalam mengembangkan dan memanfaatkan informasi teknologi (kreativitas tidak dibatasi oleh software yg ada).
6.Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia bidang teknologi informasi (di perguruan tinggi, sekolah, dan masyarakat)
Aplikasi sistem berbasis Open Source memang sudah saatnya dipertimbangkan. Dimulai dari dunia pendidikan, diharapkan akan memasyarakatkan Open Source agar tidak terjadi ketergantungan dengan suatu vendor tertentu. Selain itu manfaat pemasyarakatan Open Source yang lain adalah memunculkan sumber daya manusia yang lebih siap dalam menghadapi persaingan global, mengurangi pembajakan, menciptakan lapangan pekerjaan dan menghemat pengeluaran negara.
Referensi
http://anggriawan.web.id/2008/11/open-source-solusi-di-masa-krisis.html
http://counter.li.org/reports/place.php?place=ID
http://edubuntu.org
http://rahard.wordpress.com/author/rahard/
http://sewukata.wordpress.com/2008/10/22/perusahaan-open-source-yang-sukses/
http://unggulo.wordpress.com/2008/12/16/deklarasi-indonesia-go-open-source-igos-dan-implikasinya-di-bidang-pendidikan/
http://www.sun.com/software/products/mysql/popup.jsp?info=1
Sowe, Sulayman K. (2002). Emerging Free/Open Source Software Practices: Implications for Business and Education .Aristotle University
Pre-Unboxing Experience Oppo N1: Smartphone Full Power, Kamera Super
-
Perkenalan saya dengan brand bernama Oppo bermula dari rasa penasaran akan
produk Find 5. Berhubung brand baru di Indonesia dan asal muasalnya dari
negar...
10 tahun yang lalu